Menjinakkan Rasa Sakit: Bagaimana Para Pesepeda Dapat Meningkatkan Toleransi Rasa Sakit

Dalam olahraga bersepeda, penderitaan membuka jalan menuju kemenangan. Akan tetapi, tingkat toleransi rasa sakit setiap orang berbeda-beda. Meskipun kebugaran fisik mewakili ujung batas fisik Anda, kebugaran mental menentukan seberapa dekat Anda dapat mencapai batas tersebut. Berita baiknya, sama seperti kebugaran fisik, kebugaran mental juga dapat dilatih. Untuk orang-orang yang tidak diberkahi oleh gen yang luar biasa tetapi berkeras untuk mengalahkan lawan yang tak terkalahkan tersebut, berikut cara meningkatkan mental dan toleransi rasa sakit untuk meningkatkan performa saat menggowes. Sebuah trainer sepeda indoor yang dapat diandalkan adalah sarana sempurna untuk berlatih.

Otak di Atas Otot. Apa itu Kelelahan?

Sebagai pesepeda, kita semua mengenal perasaan yang datang saat tubuh berkata ‘cukup’. Kebanyakan dari kita berasumsi bahwa kita harus berhenti berusaha ketika kita kewalahan oleh kelelahan ekstrim, kaki yang sakit, dan pola pikir yang negatif saat mendaki di lereng yang curam. Namun, sains telah menunjukkan bahwa kemungkinan kita masih memiliki lebih banyak tenaga daripada yang kita pikir. Ternyata, otaklah yang bertindak sebagai pembatas utama saat kita sedang berjuang alih-alih otot. Saat kita sedang berupaya keras, otak membatasi performa untuk melindungi tubuh. Mekanisme protektif bawah sadar ini, yang dinamakan model central governor oleh ilmuwan Tim Noakes dari Afrika Selatan, mengurangi output otot.

Teori tersebut menyatakan bahwa otak mengatur kemampuan berolahraga sehingga intensitasnya tidak mengancam homeostasis tubuh dan mengakibatkan kerusakan anoksik pada jantung. Tingkat upaya yang kita alami hanyalah otak yang berusaha memaksa kita untuk bergerak perlahan demi kebaikan tubuh kita. Bagi otak kita, tidak ada perbedaan antara mengejar gelar Strava King of the Mountain dan mengejar hewan liar di padang rumput.

Kelelahan dan Perceived Exertion

Kelelahan dan perceived exertion (atau perasaan tentang seberapa keras upaya fisik yang sedang dilakukan – penerj.) tidaklah sama. Pada tingkat fundamental, perceived exertion merupakan sebuah sensasi, sama seperti haus atau lapar. Ketika kita merasa telah memaksakan diri, jika kita berhenti menggowes maka kita akan segera merasa lebih baik. Namun, berhenti tidak mengubah keadaan kita yang kelelahan.

Para pesepeda top dunia telah mengetahui bahwa mereka masih memiliki tenaga untuk dikeluarkan, bahkan ketika tingkat perceived exertion mereka tinggi. Dengan rute di Alpe d’Huez sepanjang 5 kilometer, mereka yang berkompetisi di sana sudah terbiasa mengabaikan aba-aba dari central governor. Lagi dan lagi, mereka telah mempelajari teknik yang diperlukan untuk bertahan dan berhasil di dunia yang penuh rasa sakit.

Membingkai Ulang Rasa Sakit untuk Menderita Lebih Lagi

Walaupun genetik merupakan faktor besar dalam bersepeda, kekuatan mentallah yang benar-benar berarti. Psikologi di dalam diri kita di masa lalu dan masa kini seringkali menjelaskan seberapa “mahir” Anda dalam bersepeda. Banyak atlet top memiliki masa kecil yang lebih keras dari kebanyakan, yang membantu mereka menjadi kuat untuk berhasil dalam olahraga ketahanan ekstrim seperti bersepeda.

Dalam hal bersakit-sakit saat bersepeda, rahasianya berada dalam pembingkaian ulang pengalaman tersebut secara sadar. Dengan melatih diri untuk menggantikan pikiran negatif mengenai kesulitan dengan pikiran negatif, Anda dapat mengharapkan kemajuan dalam mentoleransi rasa sakit.

Berbagai studi telah menunjukkan bahwa kemampuan atlet yang tidak dilatih dapat mengalami kemajuan sebesar 20% dalam menahan rasa sakit melalui self-talk yang positif. Namun, self-talk setiap orang berbeda-beda. Apa yang efektif bagi Anda bisa jadi tidak berpengaruh bagi orang lain. Rahasianya adalah menyadari ketika Anda memiliki pikiran negatif dan menggantikannya dengan hal positif yang efektif untuk Anda.

Sean Kelly pernah berkomentar bahwa saat bersepeda hingga batasnya di sebuah perlombaan, ia akan meyakinkan diri sendiri bahwa para pesepeda lain pun mengalami penderitaan juga, setidaknya sama seperti yang ia rasakan. Orang-orang lain memiliki ritual yang lebih aneh. Pesepeda time trial dari Australia, Felicity Wardlaw, mengaku membayangkan dirinya sebagai seekor harimau kumbang. Ia akan melihat dirinya sendiri dari sudut pandang seekor harimau kumbang – cepat, rileks, halus, kuat, dan langsing. Bereksperimenlah dengan teknik milik masing-masing saat kali berikutnya Anda menghadapi latihan interval turbo yang sulit, sehingga Anda dapat mengetahui teknik yang tepat untuk digunakan saat balapan.

Kekuatan Visualisasi

Meski teknik ini bekerja bagi banyak orang, visualisasi dapat menjadi bumerang saat dilakukan dengan salah. Rahasia dari efektivitas visualisasi adalah dengan melakukannya secara realistis. Anda harus memvisualisasikan balapan yang tidak sempurna.

Orang-orang yang memvisualisasikan balapan yang sempurna seringkali menjadi kehilangan semangat saat hal-hal tidak berjalan sesuai dengan keinginannya. Dengan memvisualisasikan memimpin perlombaan sejauh lima kilometer terakhir dan bertahan hingga mencapai kemenangan, Anda kemungkinan besar tidak dapat memberikan reaksi yang tepat jika Anda mendapat masalah di pendakian pertama balapan. Visualisasi seperti itu mempersiapkan Anda untuk gagal.

Agar dapat dilakukan dengan efektif, Anda harus memvisualisasikan balapan yang akan dihadapi menjadi sesulit mungkin. Dengan membayangkan skenario terburuk, Anda memberikan diri kesempatan terbaik untuk menjadi tetap positif, apapun yang terjadi saat balapan berlangsung.

Mengapa Bersepeda Beramai-Ramai itu Penting

Sinkronisasi perilaku dan kompetisi penting dalam meningkatkan toleransi rasa sakit saat bersepeda. Sinkronisasi perilaku merujuk pada kemampuan anggota grup dalam berkoordinasi. Saat seorang pesepeda meningkatkan kecepatannya, anggota grup yang lain beradaptasi dengan cepat dan mendorong diri melewati batas rasa sakit mereka. Dalam sebuah grup, Anda kemungkinan besar akan memaksa diri seiring adanya motivasi yang besar dari konsekuensi ketertinggalan. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu alasan mengapa platform seperti Zwift sangat bermanfaat.

Meskipun pesepeda biasanya kehilangan kecepatan di kaki mereka saat mereka memasuki usia awal 30an, tidak ada batasan bagi penuaan psikologis Anda. Itu semua bermuara pada latihan dan kebiasaan yang sehat, termasuk waktu yang dihabiskan saat tidak sedang menggowes. Visualisasi dan membingkai ulang pikiran negatif menjadi pikiran negatif sehari-hari tidak diragukan akan mendorong peningkatan kesehatan dan kesehatan mental – dan hal tersebut merupakan peningkat performa. Oleh Jack Stafford, copywriter spesialis bersepeda yang tinggal dan menggowes di Italia Selatan.

Informasi yang disediakan oleh blog kami tidak dimaksudkan sebagai dan bukan substitusi dari saran, diagnosis, atau perawatan medis profesional yang disediakan oleh tenaga kesehatan. Garmin tidak berupaya untuk mendiagnosis, merawat, ataupun menyembuhkan penyakit fisik apapun dan isu, penyakit, atau kondisi mental dan emosional apapun. Blog kami dimaksudkan untuk membantu Anda mencapai tujuan-tujuan kesehatan Anda.