Bagaimana Cara Bernapas Saat Berlari?  

“Bagaimana cara bernapas saat berlari?” Ini adalah pertanyaan bagus yang paling sering ditanyakan orang di setiap kesempatan. Ada banyak cara dan metode pernapasan, seperti mencocokkan langkah berlari, menghirup dan menghembuskan napas beberapa kali, atau fokus untuk menghembuskan napas. Olahraga yang lain juga punya berbagai diskusi tentang metode pernapasan. Misalnya olahraga yoga yang mempunyai latihan pernapasan khusus. Salah satu gerakan yang terus dilakukan seseorang sejak awal hingga akhir hidupnya adalah bernapas. Tapi, berapa banyak orang yang benar-benar paham dan peduli tentang pernapasan? Seorang atlet lari maraton, lari lintas alam, atau triathlon biasanya mempunyai masalah napas berbunyi dan nyeri otot, yang erat kaitannya dengan efisiensi penggunaan oksigen oleh tubuh. Saya tidak akan menghabiskan waktu untuk menjelaskan fisiologis pernapasan secara lengkap. Saya hanya akan menjawab beberapa pertanyaan yang sering diajukan dan disalahpahami. Semoga dapat membantu pembaca untuk lebih memahami hubungan antara pernapasan dan kinerja olahraga ataupun kesehatan. 

Apakah mungkin berlari sambil bernapas?

Q1: Haruskah saya fokus untuk menghembuskan napas dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh saya?

Pertama-tama, ini adalah mekanisme pernapasan yang sangat penting dan perlu dipahami. Karbon dioksida dalam tubuh bukanlah gas buang. Berdasarkan prinsip Efek Bohr, karbon dioksida adalah kunci bagi heme untuk melepaskan oksigen ke jaringan dan organ tubuh. Dengan kata lain, jika konsentrasi karbon dioksida dalam darah terlalu rendah, meskipun saturasi oksigen darah tinggi dan darah penuh oksigen, jaringan dan organ akan tetap dalam keadaan kekurangan oksigen. Selain itu, pembuluh darah akan berkontraksi karena peningkatan pH darah (alkalinitas), sehingga akan menyebabkan masalah yang dikhawatirkan banyak orang yaitu hiperventilasi. Oleh karena itu, dalam pernapasan sehari-hari atau saat olahraga, tidak perlu dengan sengaja memusatkan perhatian untuk menghembuskan napas. Sebab itu hanya proses alami dalam siklus pernapasan. 

Q2: Lebih baik menghirup napas melalui hidung atau mulut?

Ada perkataan, “Hidung digunakan untuk bernapas dan mulut digunakan untuk makan”. Pernapasan hidung tidak hanya dapat membersihkan udara yang dihirup ke trakea, tetapi juga menghasilkan Nitrit Oksida (NO) di rongga hidung. Nitrit Okisida dapat mengendurkan otot polos di pembuluh darah dan mengendurkan pembuluh darah agar aliran darah tidak terhambat, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen oleh tubuh. Bahkan, sebenarnya kita tidak perlu terlalu banyak menghirup oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen sehari-hari. Jika kita terbiasa untuk bernapas dalam volume yang besar, seperti bernapas dengan mulut, akan mudah membuat pusat pernapasan menjadi terlalu sensitif terhadap tekanan parsial karbon dioksida dalam darah, dan lebih mudah memicu gerakan pernapasan. Saat berlari, kita akan jadi lebih mudah untuk terengah-engah daripada jika kita terbiasa bernapas dengan hidung. Pernapasannya juga akan lebih keras dan melelahkan. 

Cara bernapas merupakan kebiasaan. Memang tidak mudah untuk mengubah kebiasaan yang sudah terbentuk lama. Ketika sedang pelan-pelan menyesuaikan untuk bernapas lewat hidung dalam kehidupan sehari-hari, kita juga bisa mulai melatih pernapasan hidung pada olahraga aerobik. Ketika sudah terbiasa, Anda akan menyadari ternyata pernapasan hidung sangat menghemat tenaga. Tentu saja, dengan meningkatnya intensitas latihan, perlu juga dipadukan dengan pernapasan mulut. Ada juga yang mengatakan jika ingin bernapas dengan mulut, intensitas latihan harus sama beratnya dengan olahraga anaerobik. Tapi bagaimanapun juga, jangan menutup hidung seperti kuda nil. 

Q3: Jadi, apakah saya harus lebih sering melatih pernapasan dalam?

Ini adalah pertanyaan yang bagus. Mengambil napas dalam-dalam tidak sama dengan bernapas dengan keras. Ketika kita bernapas dengan cara yang baik untuk otot-otot pernapasan, pernapasan kita secara alami akan menjadi lebih dalam. Kita tidak perlu mengambil napas dalam-dalam dengan sengaja. Sedangkan, bernapas terlalu keras tidak memiliki efek relaksasi, juga dapat membuat otot bantu pernapasan seperti otot dada, otot sternokleidomastoid, otot interkostal internal dan eksternal menjadi lelah dan tegang, sehingga mengeluarkan terlalu banyak karbon dioksida dan mempengaruhi efisiensi oksigen tubuh. Sebenarnya, pernapasan yang ideal adalah pernapasan yang dilakukan dengan mudah, lembut, dan tenang seperti meditasi seorang biksu tua. 

Q4: Melatih pernapasan perut tidak salah, ‘kan?

Itu tidak sepenuhnya benar. Pernapasan perut adalah pernapasan dengan memandu naik turunnya diafragma (otot pernapasan utama) dan bernapas dengan merilekskan dada. Namun, jika pernapasan dada tidak dilakukan, hanya perut yang akan bergerak dan dada tidak akan bergerak. Hal ini juga salah, karena gerakan dada berhubungan erat dengan asupan udara dan kedalaman pernapasan. Agar lebih jelas, metode pernapasan yang ideal adalah pernapasan diafragma. Saat Anda menarik napas, dada dan perut Anda akan sedikit menonjol pada saat yang bersamaan, sedangkan saat menghembuskan napas dada dan perut akan mengempis. Dalam pernapasan sehari-hari, orang umumnya punya kebiasaan menekan lidah dengan lembut ke langit-langit mulut. Saat fokus melatih pernapasan, kita bisa berlatih untuk membuat lidah menekan langit-langit mulut, membuat koneksi antara lidah, jantung/paru-paru, diafragma, sampai ke jari-jari kaki. Anda akan menyadari bahwa pernapasan Anda secara alami menjadi lebih dalam. Ini adalah jawaban lengkap untuk pertanyaan sebelumnya mengenai pernapasan dalam. 

Q5: Bagaimana cara melatih metode pernapasan dengan lebih efisien?

Pada pertanyaan kedua, saya menyebutkan “pusat pernapasan” tubuh manusia. Penyebab utama yang memicu gerakan pernapasan adalah konsentrasi karbon dioksida dalam darah. Oleh karena itu, dulu ada ungkapan yang mengatakan bahwa jika fokus menghembuskan napas, kita tidak akan kehabisan napas. Tetapi, terlalu fokus untuk menghembuskan napas akan semakin memicu terjadinya hiperventilasi. Sebenarnya, pusat pernapasan di medula oblongata dapat dilatih untuk mentoleransi karbon dioksida. Ada sekelompok atlet di dunia yang ahli di bidang ini, yaitu atlet free diving. Mereka harus mengambil napas dan kemudian menyelam jauh ke dasar air, berenang dan menyelam sambil mengatasi tekanan air, benar-benar menantang batas penggunaan oksigen oleh tubuh. Seorang atlet free diving ahli dapat menahan napas di dalam air selama lebih dari 8 menit. Ya, latihan menahan napas adalah latihan yang sangat baik untuk meningkatkan toleransi tubuh terhadap oksigen dan karbon dioksida. Patrick McKeown, seorang ahli pernapasan Irlandia, dalam bukunya “Metode Napas Terkuat yang Mengubah Hidup” menyebutkan bahwa ada banyak contoh menahan napas dalam olahraga khusus, seperti untuk pengendara sepeda profesional dan pelari maraton profesional di tingkat tour de France. Ada banyak cara untuk melatih pernapasan. Pembaca yang tertarik dapat membeli bukunya atau mencari informasi yang relevan di Internet. Saya akan menjelaskan dua cara sebagai referensi:  

• Latihan menahan napas sambil berjalan: 

Langkah 1: Berjalan 30 langkah dengan bernapas seperti biasa lewat hidung 

Langkah 2: Hembuskan napas dengan lembut lalu tahan napas, dan cubit hidung Anda dengan lembut agar udara tidak keluar 

Langkah 3: Mulai menghitung langkah sambil menahan napas sampai keadaan 80% kehabisan oksigen, lepaskan hidung dan lanjut bernapas 

Langkah 4: Kembali ke langkah 1 dan lanjutkan bernapas dengan tenang sesegera mungkin 

Ulangi 3-5 set. 

• “Recovery Breathing” yang dapat dilakukan saat selesai olahraga atau kapan saja: 

Langkah 1: Sesuaikan postur berdiri, bayangkan ada benang tipis yang menarik kita dari titik akupuntur Baihui di atas kepala (titik persimpangan di bagian atas telinga dan pangkal hidung). Pada saat itu, kita secara alami akan sedikit menarik rahang, dan tulang belakang akan memanjang untuk membuat postur yang lebih baik. Lalu, gerakan dada tidak akan terbatas dan menjadi lebih sesuai dengan postur alami tubuh. 

Langkah 2: Letakkan satu tangan di dada dan tangan lainnya di perut, tekan dengan lembut untuk merangsang otot-otot pernapasan dada dan perut, dan rasakan sedikit gerakan naik turun yang terjadi sesuai ritme pernapasan. 

Langkah 3: Bernapaslah dengan lembut dan hembuskan lewat hidung selama 15 kali, lalu tahan napas selama 20-30 detik sampai keadaan 50% kehabisan napas. Kurang lebih ketika di kepala Anda terpikirkan bahwa Anda harus bernapas, Anda dapat berhenti. 

Langkah 4: Kembali lakukan pernapasan normal dan ulangi langkah 3 selama 3 set. 

Latihan bernapas dan pemulihan

Q6: Apa saja data pernapasan yang perlu diketahui?

1. Jumlah napas per menit/detak jantung: Ada perbedaan pendapat tentang rentang napas per menit yang wajar. Satu data menarik adalah bahwa rasio detak jantung terhadap pernapasan adalah sekitar 1:4, maksudnya dalam satu tarikan napas terjadi empat kali detak jantung. Zou Hongjie telah menulis artikel mendalam untuk mengeksplorasi hubungan antara laju pernapasan dan detak jantung: 

Namun, akan ada pengecualian. Detak jantung istirahat saya saat menderita hipertiroid pada tahun 2020 adalah sekitar 80bpm, tetapi laju pernapasan saya masih di kisaran 14-15 kali/menit, sehingga bisa dikatakan bahwa dalam kondisi sehat, rasio detak jantung/pernapasan memang benar 1:4. Ada juga yang mengatakan bahwa laju pernapasan per menit harus kurang dari 15. Dalam studi dan praktik saya dalam beberapa tahun terakhir, saya pikir semakin sedikit jumlah napas akan semakin baik. Harus saya katakan bahwa kebanyakan orang zaman sekarang terlalu sering bernapas karena berbagai tekanan dalam hidup. Padahal, kita sama sekali tidak perlu menghirup oksigen sebanyak itu untuk memenuhi kebutuhan oksigen harian. Yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen, kurangi kepekaan otak terhadap karbon dioksida, dan tingkatkan kapasitas aerobik dengan berolahraga. 

Contoh data pernapasan pada jam Garmin

2. Saturasi oksigen darah (SpO2): Ini adalah nilai yang diperhatikan banyak orang selama pandemi. Nilai normal umumnya berkisar 95-100%, tetapi nilai ini tidak dapat sepenuhnya mencerminkan apakah tubuh kekurangan oksigen atau tidak. Seperti yang disebutkan sebelumnya, jika konsentrasi karbon dioksida dalam darah tidak cukup, itu juga akan mempengaruhi Efek Bohr dan mengurangi efisiensi pelepasan oksigen dari heme ke jaringan dan organ tubuh. Dalam kasus hiperventilasi, seperti hipokapnia, saturasi oksigen darah sebenarnya sangat tinggi, tetapi oksigen terkunci di dalam darah dan tidak dapat digunakan oleh jaringan yang kekurangan oksigen. Keadaan ini seperti pipa yang penuh dengan air, tetapi kerannya rusak sedangkan penggunanya kekurangan air. Melihat hal ini, saturasi oksigen harian yang tidak terlalu tinggi akan lebih baik. Jika Anda telah melakukan latihan pernapasan dan bernapas lewat hidung, Anda akan mendapati bahwa saturasi oksigen darah harian Anda akan menurun sedikit menjadi sekitar 96-98%. 

Q7: Jadi, bagaimana cara bernapas saat berlari?

Setelah membangun kebiasaan pernapasan yang baik dengan menghirup dan menghembuskan udara lewat hidung dan melakukan pernapasan diafragma dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan itu bisa tercermin saat berlari. Ketika intensitas olahraga semakin berat, kita harus sebisa mungkin melakukan pernapasan hidung. Pada awalnya, Anda mungkin merasa bahwa napas Anda tidak cukup dan sangat ingin membuka mulut untuk bernapas. Itu membutuhkan masa adaptasi, sama seperti mengubah postur berlari. Ini adalah tahap adaptasi yang baik dan tidak akan merugikan diri Anda. Setelah terbiasa, Anda akan menyadari bahwa pernapasan hidung adalah cara bernapas yang paling santai dan menghemat tenaga dibandingkan dengan bernapas lewat mulut yang dapat mengurangi tekanan pada dada, bahu, punggung dan leher. Tentunya dengan meningkatnya intensitas olahraga dan volume pernapasan harus dipadukan dengan pernapasan mulut. Silakan bernapas melalui hidung dan mulut secara bersamaan, tetapi Anda tidak perlu memberikan perhatian khusus untuk terus menghembuskan napas. Anda hanya perlu bernapas secara alami sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk bernapas. 

Berlari

Terakhir, bernapas, gerakan yang kita lakukan sepanjang hidup kita, sebenarnya adalah sebuah kebiasaan. Meskipun sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan selama bertahun-tahun, tetapi sangat penting untuk fokus dan melatihnya. Jika Anda sudah membaca sampai di sini, berarti Anda mempunyai sikap belajar yang sangat baik. Langkah selanjutnya adalah fokus dan berlatih! Saya harap pertanyaan seputar masalah pernapasan yang kalian punya selama ini dapat dijawab dalam artikel ini. Sampai jumpa di artikel selanjutnya~